Proses awal dari heat treatment adalah solution treatment, dimana material dipanaskan pada temperatur 535°C selama 6 jam. Pada kondisi ini struktur mikro material mengalami restrukturisasi, dimana terjadi proses difusi paduan Mg dan Si ke dalam matriks Alumunium membentuk larutan padat. Setelah berjalan 6 jam, matriks alumunium menjadi larutan padat yang kaya akan unsur paduan Mg dan Si, disebut sebagai larutan padat lewat jenuh. Larutan ini bersifat sangat labil (mudah mengalami perubahan fasa dan pembentukan presipitat bila mengalami proses aging).
Lamanya proses solution ditentukan selama 6 jam, yang merupakan waktu efektif pembentukan larutan padat lewat jenuh. Lebih dari 6 jam, proses solution akan tidak efektif lagi mengingat matriks alumunium sudah sangat kaya akan paduan (kelewat jenuh) sehingga proses difusi paduan tidak akan terjadi lagi.
Temperatur proses diset pada 535°C mengingat pada temperatur tersebut, matriks alumunium mendekati titik cairnya tetapi masih berbentuk padat dan lunak, yang akan memudahkan berlangsungnya proses difusi paduan. Tetapi bagaimanapun juga kondisi ini sangat kritikal karena struktur padatan akan bersifat lunak dan mudah terdeformasi (berubah bentuk). Bila temperaturnya melebihi 545°, material akan semakin rentan mengalami deformasi, oleh karena itu harus dijaga jangan sampai temperatur oven melebihi batas standar yang ditentukan.
Langkah kedua adalah proses quenching, yaitu proses pendinginan material hasil solution dengan cepat menggunakan media air. Proses ini bertujuan untuk menjebak paduan-paduan yang telah berdifusi ke dalam matriks agar tidak keluar lagi, sehingga struktur mikronya tetap pada kondisi lewat jenuh. Quenching merupakan proses yang kritikal untuk menghasilkan distribusi seragam dari fasa presipitat yang akan terjadi pada saat proses aging. Jika larutan padat hasil solution didinginkan dengan lambat, paduan yang tadinya terdistribusi di dalam matriks akan keluar dan kembali ke keadaan semula (tersebar menyendiri di antara matriks alumunium). Selain itu pendinginan lambat memungkinkan terbentuknya presipitat di batas butir alumunium. Kondisi ini tidak diinginkan karena presipitat yang keras dan getas di batas butir bertendensi menyebabkan penjalaran retak yang disebut sebagai retak intergranular (penjalaran retak melalui batas butir). Karena alasan ini, maka perpindahan proses dari solution treatment ke quenching tidak boleh melebihi 30 detik.
Temperatur bak quenching ditentukan 65 – 85°C. Hal ini bermaksud untuk menghindari terjadinya thermal shock pada material, yang akan mengakibatkan material terdeformasi. Lamanya quenching adalah 45 detik, yang diambil dari hasil percobaan dimana dalam waktu tersebut material akan mengalami pendinginan yang cukup.
Proses terakhir adalah proses aging, dimana material dipanaskan kembali pada temperatur 140°C selama 3.5 jam. Karena sifatnya yang labil, larutan padat yang kaya paduan tersebut akan mengalami perubahan struktur mikro dimana Mg dan Si yang semula terdistribusi di dalam larutan akan membentuk presipitat Mg2Si yang tumbuh seiring berjalannya waktu aging. Presipitat yang bersifat keras dan getas terdistribusi merata di dalam matriks alumunium, akan meningkatkan kekerasan material secara seragam.
Sebenarnya, tanpa melalui oven aging pun, presipitat akan tumbuh dengan sendirinya. Peristiwa ini disebut sebagai natural aging. Semakin tinggi temperatur aging, proses akan berjalan semakin cepat. Oleh sebab itulah dilakukan proses artifiacial aging menggunakan oven bertemperatur 140°C untuk mempercepat terbentuknya presipitat. Lamanya proses artificial aging pun harus diperhitungkan, jangan sampai terlalu lama. Bila waktu agingnya terlampau lama, maka presipitat-presipitat yang sudah jadi akan saling beraglomerasi (bergabung menjadi ukuran yang lebih besar), dimana ukuran presipitat yang terlalu besar malah akan menurunkan kekerasan material.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar