Ngaji Bareng Syaikhina Maimoen Zubair - Oleh : M Ardan Zajjaj
Khadijah, Seorang Wanita yang Alim
Bangsa arab dikenal sebagai bangsa yang buta huruf, tidak pandai baca dan tulis. Akan tetapi, di kalangan suku Qurays pada waktu itu terdapat seorang wanita bernama Khadijah, ia pintar membaca, ia bisa membaca kitab Taurat dan Injil bahkan ia juga tekun mengkaji dan menelusuri makna-makna di dalam kedua kitab tersebut. Sehingga ketika ia berusia dewasa antara 27 dan 28 tahun hatinya menjadi gandrung dengan kitab Taurat, Injil dan sifat-sifat Nabi akhir zaman.
Khadijah mempunyai seorang guru yang bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah seorang alim yang menunggu kedatangan Nabi akhir zaman. Di dalam sejarah diterangkan bahwa seluruh penduduk mekkah adalah penduduk yang buta huruf tetapi tidak ada orang yang cerdik, pandai dan pintar dalam kitab-kitab kuno seperti Waraqah bin naufal yang memiliki murid bernama Khadijah.
Ketika khadijah berusia 28 tahun Waraqah bin Naufal pernah menyatakan kepadanya bahwa seakan-akan Nabi akhir zaman itu sudah lahir. Kemudian Khadijah berkata :
والله يا إبن عمّي ما أتزوّج أبدا حتّي تزوّجني نبيّ هذه الأمّة
Artinya : “Demi Allah, aku tidak akan menikah selamanya sehingga yang menikahiku adalah Nabi akhir zaman”.
Ketika berumur 30 tahun Khadijah berdagang. Ia mulai mengetahui bahwa ciri-ciri Nabi akhir zaman itu terdapat di dalam diri Muhammad yang berasal dari keluarga Bani Hasyim dan Bani Mutthalib. Akan tetapi Khadijah merasa ada yang masih belum pas dengan ciri-ciri tersebut karena menurutnya belum ada kesinambungan antara Muhammad dan Nabi-nabi sebelumnya.
Sepengetahuan Khadijah di dalam kitab Taurat dan Injil seorang Nabi setelah Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa itu pasti pernah melewati daerah Turisina, inilah menurut Khadijah yang disebut sebuah kesinambungan. Tetapi, Muhammad yang ia tunggu-tunggu sebagai seorang Nabi akhir zaman itu belum pernah melintasi Turisina. Akhirnya, Khadijah pun menunggu momen tersebut hingga di usianya yang ke 35 banyak laki-laki yang meminangnya tapi ia menolak.
Tidak disangka-sangka, ketika Muhammad berusia 25 tahun beliau ingin berdagang ke kota Syam. beliau menghampiri Khadijah untuk menjalin kesepakatan dagang. Ketika itu Khadijah berusia 40 tahun, kemudian dalam dirinya Khadijah berkata bahwa Muhammad benar-benar seorang Nabi, karena seseorang yang pergi dari Mekkah menuju Syam itu pasti akan melalui daerah Turisina.
Khadijah menjalin kesepakatan dengan Muhammad, akad apakah perdagangan ini, apakah akad peminjaman uang atau akad syirkah dagang. Kemudian Khadijah meluruskan bahwa akad tersebut hendaknya disepakati sebagai akad syirkah dagang saja, hal ini ia lakukan agar ia bisa mengawasi perjalanan Muhammad. Tapi Khadijah sadar bahwa ia tidak bisa mengikuti rihlah dagang Muhammad ke kota Syam karena ia seorang wanita. Ia pun mengutus seorang laki-laki kepercayaanya bernama Maisarah untuk menemani Muhammad dan ia juga berpesan kepada Maisarah agar mencatat seluruh perjalananya dengan Muhammad.
Maisarah mencatat semuanya, mulai dari adanya awan yang selalu mengikuti Muhammad dan melindungi beliau dari panas matahari sampai pada hal terbesar yang terjadi ketika ia dan Muhammad berada di kota Busra, tepatnya di Gereja Batu. Gereja yang dihuni oleh seorang pendeta bernama Nestur.
Pada waktu itu pendeta Nestur melihat dua orang laki-laki yang singgah di depan gerejanya. Ia mengamatinya dan ia tersadar bahwasanya salah satu diantaranya adalah cikal bakal seorang Nabi akhir zaman setelah ia melihat tanda merah-merah di mata Muhammad. Pendeta Nestur pun mengingatkan Maisarah untuk berhati-hati karena orang yang berdagang bersamanya itu adalah seorang cikal bakal Nabi akhir zaman karena terdapat tanda merah-merah di matanya.
Sepulangnya dari Syam Maisarah menceritakan kejadian yang ia alami kepada Khadijah. Tapi, tanpa laporan dari Maisarahpun sebenarnya dalam hati Khadijah sudah yakin bahwa Muhammad adalah seorang Nabi karena ia telah melewati daerah Turisina.
Setelah itu Khadijah melamar Muhammad, yang pada waktu itu merupakan sebuah pemandangan langka di dataran arab, seorang wanita melamar laki-laki. Pernikahan tersebut berlangsung dengan mahar sebanyak 100 onta. Allah Swt berfirman,
والّذي أوحينا إليك من الكتاب هو الحقّ مصدّقا لما بين يديه
Artinya : Dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Quran) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
Perkara yang diwahyukan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad itu adalah perkara haq yang bisa dibuktikan sesuai dengan kabar-kabar yang ada di dalam kitab-kitab sebelumnya, dan Khadijah adalah seorang wanita yang mengetahui hal itu semua, sebuah bukti bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang sangat alim.
Oleh karena itu, Khadijah merupakan pusat dan pokok dalam keimanan. Siapa saja yang beriman tidak lepas dari orang-orang yang berada di bawah genggaman Khadijah. Abu Bakar beriman karena beliau adalah orang terdekat sekaligus sekretaris Khadijah. Nabi Muhammad pernah berkata, “Wahai Abu Bakar, aku adalah kau, kau adalah aku”. Nabi berkata demikian karena beliau dan Abu Bakar sama-sama dekat dengan Khadijah. Ali bin Abi Thalib dan Zaid beriman karena mereka berdua adalah anak angkat Khadijah. Bahkan, Bilal bin Rabbah ketika dibebaskan oleh Abu Bakar uang yang digunakan juga tidak luput dari uang Khadijah.
Artikel ini disarikan dari ceramah KH. Maimoen Zubair di Muryolobo, Nalumsari, Jepara tanggal 31 Agustus 2012.
Sumber : http://ppalanwar.com/index.php/news/845/15/Khadijah-Seorang-Wanita-yang-Alim.html